Senin, 14 Mei 2012

Ceritaku Untuk Kalian Semua


Para pendiri Negara kita adalah kaum-kaum terdidik. Beliau-beliau memiliki jaminan hidup nyaman dan sejahtera untuk diri dan keluarganya, tapi beliau-beliau lebih memilih untuk berjuang demi kemerdekaan bangsanya. Setelah bangsa ini merdeka, selanjutnya kitalah para pemuda bangsa yang harus melanjutkan perjuangan kemerdekaan beliau-beliau. Apa bentuk perjuangan kemerdekaan setelah merdeka? Bentuk perjuangan kita setelah merdeka adalah ikut serta mencerdaskan anak bangsa. Dari sinilah saya bertekad menjadi seorang guru, dan sampai akhirnya kini saya sudah menjadi sarjana pendidikan guru sekolah dasar.

Untuk seluruh guru, “Ingat! ikut mencerdaskan anak bangsa adalah janji seorang guru, dan janji itu harus dibayar lunas.”
Setelah wisuda inilah saya mengikuti program pemerintah yaitu SM-3T, tetapi untuk mengikuti program ini kami harus melewati beberapa tes, diantaranya tes tertulis dan wawancara. Untuk benar-benar kami bisa berangkat ke daerah sasaran atau tidak, kami harus mampu mengikuti pelatihan yang kurang lebih 12 hari. Setelah benar-benar lulus, kami semua diberangkatkan ke daerah sasaran masing-masing, yang kebetulan saya di tempatkan di Desa Borik, Kabupaten Manggarai yaitu daerah tanpa listrik dan signal.
Walaupun demikian, tapi di Desa Borik ini kami mendapat banyak pelajaran, khususnya pelajaran dalam kehidupan. Di sini semua masyarakat derajatnya sama, baik yang pegawai, tani, maupun nelayan. Mereka semua bersatu tanpa membeda-bedakan. Tidak ada pemisah antara si kaya dan si miskin. Rasa kekeluargaan di Desa Borik sangat kental sekali, masyarakatnya pun sangat ramah-ramah, mereka menerima saya dengan sangat baik.
Pelajaran kedua yang dapat saya ambil adalah kita harus bersyukur dengan apa yang kita punya sekarang. Seumur hidup saya belum pernah merasakan makan tanpa lauk-pauk, makan nasi jagung, dan makan singkong untuk bahan pokok pengganti nasi. Di sini saya sudah merasakan makanan itu semua, pertama-pertama saya merasa mual, tapi lama-kelamaan terbiasa juga. Ingat saat di rumah Jawa kalau lauk-pauknya tidak cocok saya tidak mau makan atau marah-marah sama ibu, tapi anak-anak sini mereka senang sekali makan seperti itu juga, mereka menerimanya dengan ikhlas dan makan apapun mereka tidak menolak. Kadang minum saja masih menggunakan air mentah. Selain itu, anak-anak di sini rata-rata setiap anak hanya memiliki 6 pasang baju saja (satu pasang seragam merah putih, satu pasang seragam pramuka, satu pasang baju olah raga, satu pasang baju untuk beribadah, dan dua pasang untuk sehari-hari). Dua pasang baju untuk sehari-hari itu mereka menggunakannya pakai sistem cuci-kering-pakai, kasihan sampai baju-baju mereka itu terlihat lusuh sekali dan kadang sampai robek, kasarnya di tempat kita baju mereka itu sudah dijadikan lap kaki/serbet, tapi di sini masih dipakai. Kadang baju yang sudah robek pun masih dipakai, bahkan untuk dipakai ke sekolah, karena kebetulan Hari Jum’at dan Sabtu pakai baju olah raga, dan yang baju olah raganya sudah rusak mereka memakai baju bebas (sudah robek, kotor, kekecilan, atau kebesaran). Tapi mereka tetap bersyukur dengan apa yang mereka dapatkan, dan yang terpenting dengan keadaan mereka yang seperti itu mereka masih sangat semangat untuk menuntut ilmu.

Walau seragam kami lusuh dan robek, tak memiliki tas, tak bersepatu, izinkanlah kami untuk mendapatkan pengetahuan yang layak
“kita perlu berbangga terhadap semangat mereka untuk belajar dengan segala keterbatasan yang ada”
Heart: Kebersamaan dan keceriaan anak-anak negeri dengan  kamiSaat pertama saya masuk sekolah kaget sekali melihat anak-anak dengan seragam yang lusuh, robek, rambut tidak disisir, dan tidak bersepatu. Tapi itulah mereka, biar pun mereka berseragam lusuh, robek, dengan rambut tidak disisir,dan tidak bersepatu mereka memiliki tekad yang besar untuk belajar dan menjadi pintar. Pendidikan di SDI Borik masih dengan pendidikan yang disisipkan adanya kekerasan fisik, misal anak salah menjawab saja anak itu harus bersiap untuk mendapat tamparan, atau pukulan dari guru, peristiwa inilah yang membuat jarak antar guru dan siswa sangat jauh sekali (siswa tidak akrab dengan guru), sehingga siswa tidak berani untuk bertanya kepada guru. Maka dari itu, dari semenjak kami datang ke SDI Borik anak-anak dan orang tua merasa senang, karena pendidikan yang kami bawa tanpa kekerasan, tapi kami bersahabat dengan mereka, sehingga mereka juga tidak segan untuk bertanya kepada kami, bahkan kami main bersama.


Cloud Callout: Sekolah kami sederhana, tapi mimpi kami setinggi angkasa

















Tenaga guru kurang, gedung kelas yang kurang memadai (dengan atap yang hampir roboh), buku pelajaran sangat kurang, bahkan ada pelajaran yang tidak ada sama sekali buku paketnya, media saja tidak ada, jadi kami di sini mengajar dengan penuh keterbatasan. Beginilah sedikit keadaan pendidikan di sini.
Maka dari itu, kita harus bersyukur kepada Allah SWT terhadap apa yang kita miliki sekarang, karena kita diberi kehidupan yang lebih beruntung dan lebih baik daripada mereka. Jangan menyia-nyiakan sisa umur kita ini dengan perbuatan yang tidak baik, tapi berbuatlah kebaikan kepada semuanya.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada program SM-3T, karena dengan ini saya bisa bertemu dengan anak-anak pertiwi, anak-anak bangsa, anak-anak negeri yang ada di pelosok negeri, bisa mengerti arti bersyukur, menerima apa adanya dan menghargai. Dengan adanya program ini juga saya tidak menjadi pengangguran setelah selesai kuliah/menjadi sarjana, tetapi ilmu saya dapat berguna bagi anak-anak yang membanggakan. Dan semoga ke depan saya bisa menjadi sukses dan menjadi guru yang professional seperti yang diharapkan dan dibutuhkan Negara.











By
Panitia Sari
SM-3T UNNES
Desa borik, kec. Satar mese barat, kab. Manggaai,
NTT-FLORES


Tidak ada komentar:

Posting Komentar